Laporan Welly Dimoe Djami Dinilai Bernuansa Politik & Ada Dugaan Unsur Balas Dendam

Kupang, Sonafntt-news.com. Laporan Welly Dimoe Djami ke Polda  NTT   terkait Dugaan Sumpah Palsu dinilai  bernuansa politik  dan adanya dugaan unsur balas dendam kepada Dr. Jefri Riwu Kore, karena persoalan tersebut bermula dari dugaan penipuan dengan menyalurkan beasiswa.

Berdasarkan laporan tersebut, Dr. Jefri Riwu Kore, MM, MH,resmi memenuhi panggilan penyidik Polda NTT, Senin (11/09/2023). Dalam kesempatan tersebut ia  tampak didampingi sejumlah Relawan Teman Jeriko.

Mantan anggota DPR RI dua periode ini mendatangi Mapolda NTT atas laporan Dugaan Sumpah Palsu yang dilaporkan  Welly Dimoe Djami, sosok yang akrab disapa Jeriko ini tiba di Mapolda NTT Pukul 09:00, ia hanya di periksa 15 menit oleh penyidik.

Setelah keluar dari ruang penyidik, Jeriko langsung meninggalkan Mapolda NTT, sementara Teman Jeriko masih berada di Mapolda NTT guna melaporkan dugaan Tindak pidana korupsi beasiswa PIP milik 19 orang siswa SMA Sinar Pancasila.

Usai melaporkan kasus tersebut,  Ketua Relawan Teman Jeriko, Yan Piter Lilo menyampaikan keterangannya terkait kronologis dugaan laporan sumpah palsu terhadap terlapor Jefri Riwu Kore yang dilaporkan   Welly Dimoe Djami, ke Polda NTT.

Yan menyampaikan bahwa hal ini penting disampaikan agar masyarakat tahu jelas kronologi yang tepat tentang persoalan tersebut, karena di berbagai media sosial, Welly Dimoe Djami selalu memposisikan diri dizolimi dalam persoalan tersebut, padahal faktanya tidak demikian. 

Mantan Pengurus Pusat GMKI ini menyampaikan kronologi lengkap, awal mula Welly Dimoe Djami dilaporkan  dan di vonis oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Kupang. Awal kasus tersebut terjadi ketika Pemilu Legislatif tahun 2014 yang lalu, saat itu Dr. Jefri Riwu Kore menang dan setelah itu Welly Dimoe Djami langsung melaporkannya dengan dugaan penipuan dengan menyalurkan beasiswa, “Berbagai laporan ia lakukan waktu itu, mulai dari melaporkan Bapak Jefri Riwu Kore ke berbagai Aparat Penegak Hukum baik di Kupang maupun Jakarta,” ujar Yan.

Selain itu Welly juga melaporkan dugaan penipuan yang katanya dilakukan Jefri Riwu Kore dengan janji untuk memperjuangkan beasiswa untuk siswa sekolah SMA Sinar Pancasila Kupang, “Welly melaporkan dugaan penipuan ini ke Dewan Kehormatan DPR RI, ia juga melaporkan Bapak Jefri Riwu Kore ke Bawaslu Provinsi  NTT,” bebernya.

Bukan hanya melaporkan di berbagai aparat penegak hukum dan pihak terkait, Welly juga terus melakukan Konferensi  Pers yang menyatakan bahwa Jefri Riwu Kore melakukan penipuan lewat beasiswa.

Atas banyaknya laporan tersebut, kemudian Jefri Riwu Kore, melaporkan kembali Welly Dimoe Djami karena laporan yang ia lakukan tidak terbukti, lalu saat sidang dengan Kementerian Pendidikan, Jefri Riwu Kore menanyakan mengapa kementerian tidak memberikan Beasiswa  ke Sekolah Sinar Pancasila Kupang walaupun hak untuk memberikan atau tidak memberikan adalah hak kementerian. 

Setelah di cek oleh kementerian ternyata sekolah Sinar Pancasila juga diberikan Beasiswa dan ternyata semua beasiswa tersebut telah diambil oleh Welly Dimoe Djami dengan cara melakukan pemalsuan tanda tangan semua siswa yang mendapatkan beasiswa di sekolah tersebut, “Atas dasar tanda tangan Palsu untuk mengambil beasiswa milik anak anak inilah kemudian Jeriko melaporkan Welly Dimoe Djami, selanjutnya ia disidangkan dan akhirnya masuk penjara,” imbuh Yan.

Yan melanjutkan bahwa, Jeriko sebagai warga negara juga melaporkan balik beberapa laporan yang dirasa kurang tepat yang dibuat oleh welly untuk merusak reputasi beliau, “ingat bahwa Bapak Jefri Riwu Kore bukan orang gila yang suka cari masalah dengan orang lain, Bapak Jefri hanya merespon dan membela diri atas fitnah dan begitu banyak laporan terhadap Bapak Jefri Riwu kore setelah menang dalam Pileg tahun 2014,” tegasnya.

Oleh karena itu, berdasarkan kronologi inilah, mantan Ketua Cabang GMKI Ba’a ini juga menilai bahwa laporan Welly Dimoe Djami ke Polda NTT dinilai bernuansa balas dendam karena secara Hukum, perkara tindak pidana pemalsuan tanda tangan ini terjadi pada sekitar tahun 2014/2015 dan telah mendapat putusan pengadilan yang inkrah.

Dimana saudari Welly Maria Dimoe Djami oleh Pengadilan Negeri Kupang sebagai Pengadilan Tingkat Pertama Dinyatakan Terbukti Bersalah Melakukan Pemalsuan Tanda Tangan dan Diikuti Oleh Putusan Pengadilan Tingkat Banding dan Kasasi, bahkan Welly Dimoe Djami telah selesai masa kurungan/penjara.

Oleh karena atas laporan Welly Dimoe Djami tersebut Pihak Penyidik Subdit 1 Kamneg Ditreskrimum Polda NTT telah memanggil Jefri Riwu Kore untuk didengar keterangannya, secara berturut-turut, sejak

Rabu 28 Juni 2023, dalam pemeriksaan tersebut, Penyelidik hanya mengajukan 1 

pertanyaan, yakni: “Apakah Hakim Pernah Menegur Saudara Ketika Saudara Memberikan Keterangan Sebagai Saksi Dalam Perkara Pidana Pemalsuan Tanda Tangan Dengan Tersangka Saudari Welly Maria Dimoe Djami?”. Atas Pertanyaan Ini Bapak Jefri. Riwu Kore menjawab : ”Tidak Pernah”. 

Kemudian pada Senin, 11 September 2023, Jam 09.00 WITA, Jeriko kembali dipanggil untuk wawancara klarifikasi perkara guna memberikan keterangan terkait penyelidikan terhadap dugaan peristiwa memberikan keterangan palsu diatas sumpah, sementara mengacu pada pokok laporan polisi saudari Welly Maria Dimoe Djami maka pasal yang dapat disangka-kan kepada Bapak Jefri Riwu Kore sebagai terlapor adalah Pasal 242 KUHP Juncto Pasal 174 KUHAP.

Menyikapi hal ini, Teman Jeriko menilai bahwa jika dilihat  dari pokok laporan, dugaan Tindak Pidana Memberikan Keterangan Palsu di atas Sumpah yang dilaporkan Welly Maria Dimoe Djami, terjadi di dalam ruang sidang Pengadilan Negeri Kupang pada tahun 2015 atau sekitar 8 tahun silam.

Karenanya, Penerapan Pasal 242 KUHP Wajib memenuhi syarat formil yang ditetapkan oleh pasal 174 KUHAP. 

Mengacu pada 174 KUHAP (UU No. 8 Tahun 1981), apabila keterangan saksi di persidangan disangka palsu, maka Hakim Ketua Sidang karena jabatannya memperingatkan dengan sungguh-sungguh kepada saksi supaya memberikan keterangan yang sebenarnya dan mengemukakan ancaman pidana yang dapat dikenakan kepada saksi apabila ia tetap memberikan keterangan palsu.

Dengan rumusan Pasal 174 KUHAP di atas, dan jika benar Jefri Riwu Kore telah memberikan keterangan palsu dalam persidangan maka seharusnya perkara dugaan peristiwa memberikan keterangan palsu diatas sumpah sebagaimana disangkakan tidak membutuhkan laporan polisi, karena pada saat itu juga dipastikan ada penetapan perintah pengadilan/hakim kepada penuntut umum untuk melakukan penahanan dan penyelesaian menurut undang-undang. 

“Dengan konstruksi kasus yang dilaporkan Welly Maria Dimoe Djami dan rumusan Pasal 242 KUHP dan Pasal 174 KUHAP, adakah alat bukti atau saksi yang disampaikan    Welly Maria Dimoe Djami saat melapor ke SPKT Polda NTT pada 26 Mei 2023 sehingga laporan ini dianggap layak dan memenuhi syarat untuk diproses lanjut ke tahapan penyelidikan,” tanyanya.

Yan menyoroti bahwa jika hal-hal tersebut belum atau tidak menjadi perhatian utama dan tidak dilakukan dalam tahapan penyelidikan maka dugaan tindak pidana sebagaimana dilaporkan oleh Welly Maria Dimoe Djami yang sedang dan akan dilakukan oleh pihak Penyelidik/Penyidik Polda NTT, akan berpotensi terjadinya kriminalisasi terhadap proses persidangan dan keputusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dalam perkara tindak pidana pemalsuan tanda tangan dengan terdakwa kala itu, adalah saudari Welly Maria Dimoe Djami. 

“Apalagi jika jika Riwu Kore ditetapkan sebagai tersangka dengan mengabaikan Pasal 242 KUHP dan Pasal 174 KUHAP, merugikan Bapak Jeriko secara materil maupun imateril, apalagi jika penyelidikan atas dugaan peristiwa Memberikan Keterangan Palsu Dibawah Sumpah sebagaimana dilaporkan oleh saudari Welly Maria Dimoe Djami berdampak pada pemanggilan dan pemeriksaan oleh Pihak Penyelidik Polda NTT terhadap Bapak Jefri Riwu Kore dilakukan berulang-ulang dan memakan waktu yang panjang dan lama,” keluhnya.

Hal ini menurut Yan, bisa memicu munculnya opini publik bahwa laporan polisi oleh Welly Maria Dimoe Djami dan proses penyelidikan/penyidikan yang begitu cepat dilakukan Pihak Penyelidik/Penyidik Polda NTT merupakan Bentuk Kriminalisasi Hukum  terhadap Jefri Riwu Kore, “Sangat terlihat nuansa Politiknya karena memasuki tahun  politik 2024 (kasus 8 tahun lalu) dan diduga ada upaya untuk menjegal Bapak Jefri Riwu Kore ikut berkompetisi dalam Pemilihan Walikota Kupang,” bebernya lagi.

Dirinya meminta Kapolda NTT, khususnya Pihak Penyelidik Subdit 1 Kamneg Ditreskrimum Polda NTT agar dalam penanganan penyelidikan dan penyidikan atas Laporan Polisi dari Welly Maria Dimoe Djami dapat bertindak profesional sesuai dengan Ketentuan Peraturan Perundangan Yang Berlaku, khususnya Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2009 Tentang Pengawasan Dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana Di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia, Khususnya Pasal 10, Pasal 14 dan Pasal 31;  Pasal 242 KUHP; Pasal 174 KUHAP. 

“Hal ini kami sampaikan sebagai wujud dukungan dan control kami terhadap Polri,  khususnya Polda NTT sebagai garda terdepan penegakan hukum dan perlindungan Masyarakat. Semua ini semata-mata karena kecintaan kami terhadap Polri dan penegakan hukum yang profesional, bermartabat serta menjunjung tinggi supremasi hukum, Salam Presisi,” Pungkas Yan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *