Araksi Desak  BPKP NTT Segera Serahkan Hasil Audit RSP Boking

 Kupang,sonafntt-news.com. Aliansi Anti Korupsi Indonesia  (Araksi) mendesak Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk segera menyerahkan Hasil Audit investigasi atas dugaan korupsi proyek pembangunan Rumah Sakit Pratama Boking, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) ke penyidik Polda NTT. Alasannya, audit investigasi telah lama dilaksanakan BPKP NTT, tetapi hasilnya (temuan kerugian negara sebesar Rp 14,3 Milyar, red) masih mengendap di BPKP NTT hingga hari ini. 

Demikian disampaikan Ketua Araksi, Alfred Baun  kepada tim media ini dalam jumpa Pers di bilangan Kota Kupang pada Rabu (30/06/2021). 

“Hasil audit investigasi RSP Boking sudah ada. Tinggal ditandatangani Kepala BPKP NTT. Lalu diserahkan ke penyidik Polda NTT  untuk ditindaklanjuti. Kenapa harus tunggu lama-lama? Publik menunggu kinerja penegak hukum terkait masalah korupsi. Jadi segera diserahkan ke penyidik,” pinta Alfred Baun. 

Menurut Alfred Baun, pembangunan  RSP Boking  dengan  total anggaran Rp 17,5 Miliar diduga merugikan negara Rp 14,3 M.

“Hasil audit sudah rampung dengan nilai kerugian Rp 14,3 M. Namun belum ditandatangani oleh Kepala BPKP NTT sehingga belum bisa diserahkan ke penyidik Polda NTT,” sambung alfred

Alfred Baun menambahkan, bahwa sesuai hasil koordinasi  dengan Polda NTT,  diperoleh informasi, bahwa penyidik Polda NTT masih menunggu hasil audit resmi dari BPKP NTT hingga saat ini. 

“Kalau hasil audit BPKP sudah diserahkan ke penyidik Polda, tentu kasus RSP Boking akan ditingkatkan  ke tahap penyidikan dan penetapan tersangka. Dengan demikian Publik NTT, terutama masyarakat TTS mengetahui secara terang benderang siapa aktor dibalik kasus RSP Boking,” jelas Alfred. 

Seperti diberitakan sebelumnya (16/06/2021), hasil investigasi tim media ini menemukan empat (4) ruang rawat inap Rumah Sakit Pratama (RSP) Boking, Kabupaten TTS, NTT tampak hancur berantakan karena amblasnya tanah hingga 1 meter di bawah bangunan tersebut. Penyidik Polda NTT diminta segera memeriksa Bupati TTS, Epy Tahun karena dianggap sebagai pihak yang bertanggungjawab terhadap hilangnya item pekerjaan dinding penahan tebing senilai Rp 4 Miliar di sekeliling rumah sakit yang baru selesai dibangun pada tahun 2019 tersebut.

Seperti disaksikan Tim Media ini, 4 ruang rawat inap yang berada di bagian belakang (utara, red) gedung tersebut tampak berantakan. Tampak pondasi bangunan pahat dan amblas ke dalam tanah hingga 1 meter. Bahkan salah satu tiang beton gedung tersebut patah dan dindingnya hancur berhamburan karena fondasi bangunan yang amblas sekitar 1 meter.

Kondisi 4 ruang rawat inap tersebut tampak berantakan dan sangat memprihatinkan. Dinding tembok yang terbuat dari batako ringan tampak retak, patah dan menganga lebar di seluruh ruangan rawat inap tersebut. Bahkan sebagian temboknya patah dan jatuh berantakan. Lantai keramik berwarna putih di 4 ruang rawat inap tersebut pun tampak pecah dan menganga lebar hingga 20-an cm.

Plafon ruangan yang terbuat dari gipsum jatuh dan hancur berantakan di lantai. Tampak pula patahan gibsum yang masih bergelantungan. Rangka plafon dari baja ringan pun tampak penyok dan bergelantungan di beberapa sisi ruangan.

Tampak pula patahan dan retakan tanah hingga 20 cm yang mengitari gedung tersebut dari sisi timur (depan gedung, red), sisi utara (belakang gedung, red) hingga sisi barat. Bahkan paving block yang dipasang di bagian barat (belakang gedung, red) tampak amblas hingga 1 meter.

Ketua Aliansi Rakyat Anti Korupsi (Araksi), Alfred Baun yang turut bersama Tim Media ini melakukan investigasi di RSP Boking mendesak penyidik Polda NTT untuk memeriksa Bupati TTS, Epy Tahun terkait hancurnya 4 unit ruang rawat inap rumah sakit tersebut. 

Menurut Alfred, Bupati Epy Tahun dinilai bertanggungjawab terhadap pembangunan RSP Boking karena saat itu (Oktober 2020, red), ia menjabat sebagai Sekda Kabupaten TTS merangkap penjabat Asisten 2 Sekda yang diduga mencoret item pekerjaan pondasi RSP Boking senilai Rp 4 M dari kontrak.

“Kami mendesak Bapak Kapolda NTT dan penyidik Ditreskrimsus (Direktorat Reserse Kriminal Khusus) Polda NTT untuk segera memeriksa Bupati TTS, Epy Tahun untuk mengetahui siapa yang paling bertanggungjawab dalam pencoretan item pekerjaan pondasi/dinding penahan tebing senilai Rp 4 Miliar tersebut. Saat itu Bupati Epy Tahun menjabat sebagai Asisten 2 Sekda TTS merangkap penjabat Sekda TTS,” beber Alfred.

Dengan melakukan pemeriksaan terhadap Bupati Epy Tahun, penyidik dapat mengetahui siapa yang paling bertanggungjawab dalam pencoretan item pekerjaan dinding penahan tebing yang mengelilingi sisi selatan, timur hingga utara gedung RSP Boking. “Dengan melakukan pemeriksaan terhadap Bupati Epy Tahun, kasus ini akan menjadi jernih. Dengan begitu penyidik dapat segera menetapkan siapa tersangkanya?” harapnya.

Ia juga mengingatkan Kapolda dan penyidik Polda NTT untuk tidak ‘tebang pilih’ dalam pengungkapan kasus dugaan korupsi tersebut. “Apalagi kasus ini kan sudah diekspos. Jangan sampai hanya PPK, Kontraktor dan staf saja yang dijadikan tersangka. Sedangkan orang yang paling bertanggung jawab justru bebas berkeliaran,” tandasnya.

Alfred menjelaskan, karena pekerjaan pondasi atau dinding penahan yang mengelilingi bukit tersebut tidak dibangun, maka tanah (timbunan tanah dari puncak bukit di lokasi bangunan yang dipotong, red) tidak mampu menahan beban gedung yang dibangun di atasnya. “Dalam perencanaan, salah satu mayor yakni item pekerjaan dinding penahan tebing senilai Rp 4 M ada. Tapi diduga Item pekerjaan pondasi tersebut dicoret saat penandatanganan kontrak dengan kontraktor pelaksana PT. Batu Tangga Abadi. Penyidik harus mengungkapkan siapa yang paling bertanggung jawab,” beber Alfred.

Berdasarkan temuan BPK RI, jelas Alfred, kerugian mencapai Rp 14 M dari total anggaran Rp 17,5 M. Nilai temuan ini sangat besar karena BPK RI menganggap hampir seluruh item pekerjaan gedung tersebut tidak sesuai spesifikasi sehingga dianggap gedung RSP Boking yang dibangun oleh PT. Batu Tangga Abadi tersebut mengalami rusak total. “BPK RI dalam temuannya, menganggap gedung tersebut rusak total sehingga nilai temuannya mencapai Rp 14 M,” ungkapnya.

Alfred menjelaskan, Pembangunan RSP Boking seharusnya menggunakan sumber Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Kesehatan. Tapi Pemkab TTS justru menganggarkan dari Dana Alokasi Umum (DAU) Tahun 2018 dengan nilai sekitar Rp 17,5 M. RSP Boking mulai dibangun pada bulan Oktober 2018 dan tidak dapat diselesaikan pada 31 Desember 2018. Kemudian di adendum waktu hingga Februari 2019, namun gedung tersebut juga tidak selesai.

“Setelah Bupati Epy Tahun dilantik  pada April 2019, baru dilakukan peresmian. Saat peresmian, tembok gedung ini sudah pecah-pecah tapi tetap dilakukan peresmian. Kondisi gedung seperti ini sangat berbahaya bagi dokter, petugas kesehatan, dan masyarakat karena setiap saat gedung ini bisa ambruk,” ujarnya kesal. (tim) 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *