Ikuti Dialog Publik TPPO, Imigrasi Kupang Terangkan Pemalsuan Data

Kupang,Sonafntt-news.com.Permasalahan Tindak Pidana Perdagangan Orang atau TPPO di Nusa Tenggara Timur (NTT) saat ini sudah sangat memprihatinkan. Satu dari pemicu sulitnya TPPO di NTT dihentikan adalah sistem pemantauan dan pengawasan yang lemah dan tidak terkoordinasi dari hulu ke hilir. Belum ada kebijakan yang komprehensif dari perangkat pemerintah dari jenjang terbawah hingga provinsi. 

Demikian dikatakan Rita Hasugian, Pemimpin Redaksi KatongNTT.com, saat membuka dialog publik, di aula Hotel Neo, pada Selasa (8/08/2023).

“Pendekatan pencegahan dari hulu menjadi pilihan utama dalam situasi saat ini”, ucap Rita saat memulai dialog yang bertemakan Memetakan Akar dan Tawaran Solusi Masalah TPPO di NTT. “Dengan hulu yang mampu dibenahi dan diperkuat, kita berharap agar upaya jejaring TPPO dapat diperlemah bahkan diberanguskan”, ujarnya menjelaskan.

Pada dialog yang menghadirkan para penyintas TPPO dari Flores Timur, pemerintah daerah, Dinas tenaga kerja Kepolisian Polda NTT dan masih banyak unsur terkait, Imigrasi Kupang yang berada dibawah Kanwil Kemenkumham NTT, yang dipimpin oleh Marciana Dominika Jone, hadir sebagai peserta untuk berbagi pengalaman dan ide untuk mencegah terjadinya TPPO di NTT. Pada kesempatan tersebut, Imigrasi Kupang diwakilkan oleh Bobbi Ardiansyah, selaku Kepala Subseksi Pemeriksaan Keimigrasian. 

“Imigrasi pada dasarnya tidak pernah mengeluarkan paspor palsu,” demikian diterangkan Bobbi terkait dokumen palsu yang menjadi salah satu akar masalah TPPO. 

“Dokumen keimigrasian seperti Paspor jika dikeluarkan oleh Imigrasi, maka pada hakekatnya adalah asli. Namun dokumen tersebut bisa tidak sah jika diperoleh dengan cara tidak sah seperti dokumen persyaratan yang tidak sah atau penggunaannya yang tidak sebagaimana mestinya”, demikian Bobbi menjelaskan.

Menurut Bobbi, permasalahan TPPO, jika dilihat dari sisi keimigrasian maka hanya terdapat dua kemungkinan penyebabnya. Pertama, orang tidak memiliki dokumen perjalanan atau memiliki tapi tidak diperoleh secara sah atau memperoleh secara sah tapi tidak dipergunakan sebagaimana mestinya. Dan kedua, orang tersebut melintas tidak melalui pemeriksaan keimigrasian. Dan fenomena yang sering ditemui di NTT adalah pada kemungkinan pertama. 

“Salah satu solusi yang bisa kami tawarkan adalah bagaimana meningkatkan literasi melek data pribadi”, ujar Bobbi di sela -sela diskusi saat itu. “Masyarakat hendaknya tidak hanya diajak untuk melindungi data pribadinya tetapi juga mampu menolak terhadap eksploitasi data pribadinya. Banyak kasus yang kami temui belakangan ini terdapat perbedaan data yang mencolok antara data paspor dan data kependudukan. Dan ini saya yakin ulah para jejaring TPPO itu”, ujarnya menjelaskan. (em/SN)

About The Author

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *