daerah

Tanpa Talud dan Drainase, Jalan Proyek APBN di Flores Timur Hancur Diterjang Air, Diduga Abaikan Standar Konstruksi

Flores Timur, Sonaf NTT-News.com.Proyek peningkatan jalan nasional senilai Rp 56,39 miliar di ruas Hurung–Ile Pati–Demondei, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, menuai sorotan tajam dari masyarakat. Jalan hotmix yang baru rampung dikerjakan ini mengalami kerusakan serius hanya dalam waktu singkat usai selesai dibangun.

Jalan yang dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2025 itu seharusnya menjadi penopang konektivitas wilayah timur Flores. Namun fakta di lapangan menunjukkan, aspal sudah retak, berlubang, dan terkikis air — diduga karena kelalaian dalam penerapan standar konstruksi, khususnya ketiadaan talud dan saluran drainase permanen.

Warga Desa Ilepati, salah satu desa yang dilintasi proyek tersebut, mengungkapkan kekesalan mereka. Menurut mereka, tidak dibangunnya talud dan betangan semen (bahu jalan dari beton) menjadi faktor utama kerusakan jalan yang seharusnya tahan lama.

“Kalau tidak ada talud, air hujan langsung menghantam badan jalan. Apalagi di sini rawan banjir saat musim hujan. Aspalnya tidak akan tahan,” ujar seorang tokoh masyarakat setempat.

Padahal, fungsi talud dan drainase sangat krusial untuk menjaga struktur jalan dari erosi air dan tekanan tanah yang labil, terutama di daerah perbukitan seperti Flores Timur.

Secara teknis, aspal hotmix sangat rentan terhadap kerusakan jika terus-menerus tergenang air, karena air memecah ikatan antara agregat batu dan aspal, menyebabkan permukaan mudah retak, mengelupas, dan akhirnya berlubang.

Kondisi ini tidak hanya menurunkan kualitas jalan, tetapi juga membahayakan keselamatan pengguna jalan, khususnya pengendara motor yang melintasi permukaan licin dan tidak rata.

“Jalan ini harusnya bisa digunakan bertahun-tahun, bukan cuma selesai cepat lalu rusak. Kalau tidak ada saluran air, tidak akan bertahan. Harus dibangun talud dan drainase sebelum diserahkan.” ungkap salah satu warga

Ia juga meminta pihak kontraktor dan pengawas proyek — yakni PT Kurnia Mulia Mandiri dan Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) NTT — untuk segera turun tangan melakukan perbaikan sebelum masa pemeliharaan berakhir.

Proyek senilai Rp56,39 miliar ini dijadwalkan selesai dalam 202 hari kalender kerja dengan masa pemeliharaan selama 365 hari. Namun kerusakan yang muncul begitu cepat memunculkan tanda tanya besar: Apakah pengawasan dan pelaksanaan proyek sudah sesuai standar?

Publik mendesak agar ada evaluasi menyeluruh terhadap mutu pekerjaan, metode pelaksanaan, dan transparansi anggaran. Jika tidak, maka proyek-proyek bernilai besar seperti ini hanya akan menjadi pemborosan uang negara yang berujung pada penderitaan masyarakat.

Peningkatan konektivitas di daerah tertinggal seperti Flores Timur tentu sangat penting. Namun pembangunan infrastruktur harus dibarengi dengan kualitas dan pengawasan yang ketat.

About The Author

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *