Nasional

Anggota DPR RI Usman Husin Minta Menteri KKP Segera Tinjau Ulang Surat Edaran No. B2541 -MEN- KP Yang Dinilai Sangat Merugikan Nelayan Kecil

Kupang, Sonaf NTT- News.com. Menyikapi banyak keluhan masyarakat terutama Nelayan Pesisir di seluruh Nusa Tenggara Timur Anggota DPR RI Usman Husin meminta kepada Menteri Kelautan dan Perikanan RI agar segera meninjau kembali surat Edaran No. B2541 -MEN- KP tentang layanan penerbitan sertifikat kelaikan Kapal Perikanan pada kapal perikanan berbendera indonesia yang dinilai sangat merugikan Pesisir.

“ surat edaran tersebut menyesatkan nelayan kecil dan pemerintah harus mampu membedakan antara kapal nelayan di bawah 30 GT dan kapal nelayan dengan tonase diatas 30 GT” ungkapnya saat dihubungi wartawan minggu 2/5/2025.
Menurut Usman Husin menerangkan bahwa sesuai fakta di lapangan nelayan kecil yang menggunakan kapal dibawah 30 GT, hasil tangkapan ikannya umumnya minim, sedangkan biaya operasional yang dikeluarkan besar.
“Banyak perahu-perahu nelayan mencari ikan hanya untuk bertahan hidup. Mereka bertahan dengan keadaan yang dialami. Biaya operasional besar tapi hasil tangkapan ikannya tidak sesuai harapan. Kasihan, kalau aturan yang diterapkan pemerintah justru memberatkan nelayan kecil dan harus adanya kajian yang berbasis data serta kebijakan yang dikeluarkan harus berpihak untuk rakyat ” kata Usman Husin.
Sambungnya, Keluhan itu berasal seluruh nelayan dan Dewan Pengurus Daerah (DPD) Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Provinsi NTT saat melakukan pertemuan bersama di kediaman Usman Husin di Kupang. Perwakilan nelayan yang hadir diantaranya Maxi Efendi Ndun, Catur Budi dan Richard, sementara pengurus DPD HNSI Provinsi NTT yakni Ketua DPD HNSI Provinsi NTT, Wahid W Nurdin, dan Sekretaris Fransisko Meo, A.Pi.
Dalam pertemuan tersebut, Ketua DPD HNSI Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Wahid W Nurdin menjelaskan bahwa, persyaratan berlayar yang dirasa memberatkan bagi nelayan diantaranya, biaya pembelian dan pemasangan alat Sistem Pemantau Kapal Perikanan (SPKP) yang dirasakan terlalu mahal.
Ditambah lagi dengan pajaknya yang sangat mahal, padahal kapal nelayan lokal di Provinsi NIT itu, 100 persen adalah kapal nelayan dibawah 30 GT. Belum lagi pembayaran tambahan yang diatur dalam Laporan Perhitungan Sendiri Evaluasi (LPSE) saat proses perpanjangan Sucat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) atau Surat Ijin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI) yang juga dirasakan cukup mahal.
Selain itu, untuk bisa berlayar, kata Wahid, kapal nelayan harus memenuhi persyaratan Basic Safety Training (BST) dan Buku Pelaut. Nelayan juga harus membayar Pungutan Negara Bukan Pajak (PNBP) bagi kapal penangkapan ikan, sementara hasil penjualan ikan tangkapannya lebih kecil dari biaya operasional.
“Wilayah penangkapan nelayan NTT juga hanya pada WPP RI 573, sehingga menjadi sangat sempit. Sementara nelayan kita ini berlayar mencari ikan dengan menggunakan BBM bersubsidi (bahan bakar minyak), tapi harus membayar semua biaya yang mahal tersebut,” kata Wahid.
Hal ini juga dibenarkan Fransisko Meo, A.Pi, selaku Sekretaris DPD HNSI Provinsi NTT dan perwakilan nelayan yang hadir. Mereka juga mengeluhkan tentang Surat Edaran Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: B.2403/MEN-KP/XII/2024 tanggal 2 Desember 2024. Dimana, kapal yang sudah migrasi ke izin pusat pada tahun 2024 harus memasang Vessel Monitoring System (VMS) dan memiliki Surat Keterangan Akreditasi Tahan Api (SKAT).
Sementara, untuk memasang Vessel Monitoring System (VMS) dan mengantongi Surat Keterangan Akreditasi Tahan Api (SKAT), membutuhkan biaya yang tidak kecil dan juga prosedurnya yang juga sulit.
Selain itu, kata Fransisko Meo, awak kapal pada kapal nelayan juga harus memiliki sertifikat sesuai jabatan pada kapal, harus punya buku pelaut, harus mengantongi surat keterangan sehat dan Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP), harus memiliki sertifikat Basic Safety Training (BST) dan lainnya. Untuk memenuhi semua persyaratan itu, nelayan harus mengeluarkan biaya yang besar.

About The Author

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *