Diduga Ada ‘Pencuri Berdasi’, Kejati Diminta Lidik Kasus Raibnya Alkes Rp 1,7 M
Kupang, sonafntt-news.com. Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTT, diminta untuk menyelidiki keterlibatan oknum alias diduga ‘Pencuri Berdasi’ dalam kasus raibnya alat kesehatan (Alkes) berupa Alat Pelindung Diri (APD) dan Barang Habis Pakai (BHP) Covid-19 di Gudang Farmasi Dinas Kesehatan, Kependudukan dan Pencatatan Sipil (KKPS) Provinsi NTT senilai Rp 1.746.930.679,- (1,7 M).
Demikian permintaan Anggota DPRD NTT, Viktor Mado Waton (dari Fraksi PDIP, asal Dapil Flores Timur, Lembata, Alor) dan Yohanes Rumat (dari Fraksi PKB, asal Dapil Manggarai Raya) yang dimintai tanggapannya melalui telepon selulernya secara terpisah pada Selasa (27/5/21) terkait temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI tentang raibnya Alkes Covid-19 yang diadakan pada Tahun Anggaran (TA) 2020.
Mado Waton dan Rumat menduga ada keterlibatan oknum ‘orang dalam’ dan oknum alias ‘Pencuri Berdasi’ dalam kasus raibnya Alkes yang diadakan dari refocusing Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) NTT TA 2020 untuk penanganan pandemi Covid-19.
“Kalau BPK RI temukan Alkes yang hilang nilainya mencapai Rp 1,7 M, sudah pasti barangnya banyak. Jadi tidak mungkin bisa tercecer di dalam gudang. Ini ada yang tidak beres. Bisa diduga ada keterlibatan oknum ‘orang dalam’. Bahkan bisa diduga ada keterlibatan oknum alias ‘pencuri berdasi’. Karena itu saya minta Bapak Kajati NTT, Yulianto agar memerintahkan aparatnya untuk menyelidiki masalah ini,” tandas Mado Waton.
Menurut Mado Waton, Gudang Farmasi Dinkes NTT dijaga ketat oleh aparat kepolisian. Jadi sulit dicuri oleh maling kelas teri. “Kalau Alkes yang disimpan di gudang tersebut hilang sebanyak itu maka hanya ada 2 kemungkinan, yakni 1) Diduga pengadaan Alkes tidak lengkap oleh kontraktor; dan 2) Diduga hilang karena ada keterlibatan oknum ‘orang dalam’ dan oknum pejabat terkait,” ungkapnya.
Karena itu, Mado Waton meminta Kajati NTT, Yulianto untuk memprioritaskan penyelidikan kasus tersebut. “Pengadaan Alkes tersebut bersumber dari dana refocusing APBD NTT TA 2020. Sesuai instruksi Presiden, dugaan kasus korupsi dana Covid-19 harus diprioritaskan. Saya minta Bapak Kajati untuk segera usut masalah ini. Jangan hanya diam-diam saja melihat dugaan korupsi yang terkait masalah kemanusiaan seperti ini,” kritiknya.
Hal senada juga dikemukakan Anggota DPRD NTT, Yohanes Rumat yang dimintai tanggapannya secara terpisah melalui telepon selulernya. “Kami minta Bapak Kejati untuk segera usut tuntas masalah ini. Kejar oknum-oknum ‘pencuri berdasi’ itu. Jangan sampai dibiarkan begitu saja. Barang-barang itu diadakan untuk penanganan Pandemi Covid-19. Untuk kemanusiaan. Jadi harus jadi prioritas Kejati NTT,” tandasnya.
Menurut Rumat, tenggang waktu untuk tindak lanjut Temuan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI Perwakilan NTT telah selesai pada tanggal 18 Juli 2021. “Karena itu aparat Kejati NTT sudah bisa melakukan penyelidikan terhadap kasus tersebut. Jangan sampai dibiarkan, karena orang bodoh pun tahu kalau ada dugaan korupsi dalam masalah hilangnya Alkes tersebut. Kami dukung Bapak Kajati untuk ungkap kasus ini,” tandasnya.
Kasus raibnya Alkes senilai Rp 1,7 M tersebut, jelas Rumat, adalah kasus yang sederhana untuk diusut oleh Aparat Penegak Hukum (APH). “Kasus ini termasuk kasus yang sederhana, jadi kalau APH tidak mengusut dugaan korupsi dalam kasus tersebut, maka kita patut mempertanyakan kinerja APH, baik Kejati maupun Polda NTT,” kritiknya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Alkes berupa APD dan BHP Covid-19 dengan nilai sekitar Rp 1,7 M diduga raib dari Gudang Farmasi Dinas KKPS NTT.
Berdasarkan temuan BPK RI Perwakilan NTT, ada 8 jenis APD dan BHP yang tidak diyakini keberadaannya oleh pemeriksa. BPK RI menilai barang yang diduga raib itu sebesar Rp 1.746.930.679,-.
BPK RI merincikan APD dan BHP yang raib, yakni 1)Satu paket persediaan sarung tangan steril dengan nilai sekitar Rp 248 juta;2) Kacamata google sekitar Rp 19 juta; 3) Alkohol 70% sekitar 49 Juta; 4) Hand Sanitizer sekitar 345 Juta; 5) Masker Bedah sekitar 12 Juta 6) Masker N95 M (10) sekitar Rp 561 Juta; 7) Masker N95 (20) sekitar Rp 412 Juta; dan 8) Masker kain dengan nilai sekitar 198 Juta.
Menurut BPK RI, berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Seksi Kefarmasian dan Alat Kesehatan, diketahui bahwa jumlah fisik APD dan BHP pada Gudang Dinas KKPS NTT sudah melebihi kapasitas gudang sehingga identifikasi keberadaan persediaan berdasarkan sumber dana menjadi sulit dilakukan.
BPK RI juga membeberkan, hingga pemeriksaan berakhir, Kepala Seksi Kefarmasian dan Alat Kesehatan menyatakan bahwa tidak dapat melakukan penelusuran keberadaan selisih fisik delapan jenis persediaan tersebut. “Maka persediaan APD dan BHP senilai Rp 1.7 M tidak dapat diyakini keberadaannya,” tulis BPK RI.
Sementara itu Kepala Dinas Kesehatan NTT, Messerasi Ataupah yang dikonfirmasi via pesan WhatsApp mengatakan, tidak ada APD yang hilang dari Gudang Dinas KPPS NTT.
Saat dikonfirmasi lebih lanjut di kantornya terkait APD dan BHP yang hilang sesuai temuan BPK RI, Kadis Ataupah tetap menampiknya. Namun, saat wartawan meminta izin untuk melakukan pengecekkan Alkes di Gudang Dinas KPPS NTT, ia melarang wartawan mengambil gambar. (tim)