Majelis Hakim Perintahkan Pengosongan Lahan RSUP Manulai II Dengan Upaya Paksa

Kupang, sonafntt -news.com. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kupang yang menyidangkan perkara gugatan Yohanes Limau (penggugat) terhadap Pemerintah RI/Menteri Dalam Negeri/Badan Pertanahan Nasional NTT/Badan Pertanahan Kota Kupang (para tergugat), dalam salah satu amar putusannya menghukum dan memerintahkan para tergugat (Pemprov NTT cs, red) dan pihak lain yang mendapatkan hak atas objek sengketa (lahan RSUP Manulai II, red) untuk segera meninggalkan lokasi tersebut dan bila perlu dengan upaya paksa menggunakan bantuan aparat keamanan. 

Demikian amar putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kupang dalam sidang putusan perkara gugatan sengketa lahan RSUP Manulai II antara Yohanes Limau (penggugat, red) dan Pemprov NTT (tergugat satu, red) pada Selasa (22/06/2021) di Pengadilan Negeri Klas I A Kupang.

“Menghukum dan Memerintahkan para tergugat dan pihak lain yang mendapatkan hak atas obyek sengketa dari pada para tergugat untuk segera meninggalkan lokasi tersebut, dan menyerahkan objek sengketa tersebut kepada penggugat sebagai ahli waris yang sah, dan berhak secara hukum atas objek sengketa tersebut dan bila perlu dengan cara upaya paksa dengan bantuan aparat keamanan,” ujar Anggota Majelis Hakim yang membacakan Putusan tersebut.

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kupang selanjutnya menghukum para tergugat (Pemprov NTT cs, red) untuk secara tanggung renteng membayar segala biaya yang timbul dan yang dikeluarkan terkait gugatan perkara  tersebut sejumlah Rp.2.385.000 (Dua Juta Tiga Ratus Delapan Puluh Lima Ribu Rupiah).

Majelis Hakim PN Kupang juga menyatakan pernyataan pelepasan hak, no.02/HPL/4/1983, tertanggal 10 Januari 1983 dari Thomas Limau kepada pemerintah republik Indonesia Cq, Mendagri,Cq Gubernur, Kepala Daerah Provinsi NTT sebagai tergugat 1 batal demi hukum.

Majelis hakim juga menyatakan hukum bahwa perbuatan para tergugat Cq, Pemerintah Republik Indonesia/Menteri Dalam Negeri/Pemerintah Provinsi NTT sebagai tergugat 1 dan Badan Pertanahan Provinsi NTT/Badan Pertanahan Kota Kupang sebagai para tergugat yang telah menerbitkan Sertifikat Hak Pakai, No.07 tahun 2016 tertanggal 5 Desember  2016  adalah perbuatan melawan hukum,

Majelis Hakim juga menyatakan hukum bahwa sertifikat No.07 tahun 2016 yang dalam penguasaan tergugat 1 (Pemprov NTT, red) tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat sehingga harus dihapus dari daftar aset daerah Pemerintah Provinsi NTT.

Seperti diberitakan sebelumnya pada Jumat (25/06/21), Kuasa Hukum keluarga Limau (Yohanes Limau/penggugat, red), Biante Singh meminta Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menghentikan sementara pembangunan Rumah Sakit Umum Pusat (RS UPT Vertikal) di Kelurahan Manulai II, Kecamatan Alak Kota Kupang sebagaimana amar putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kupang yang memenangkan sebagian Gugatan Keluarga Limau terhadap Pemprov NTT. Namun Pemprov NTT tetap ngotot meneruskan pembangunan rumah sakit tersebut. 

“Kemarin (tanggal 22 Juni 2021, red), sudah ada putusan oleh Pengadilan Negeri Klas IA Kota Kupang dimana isinya mengabulkan sebagian gugatan keluarga Limau. Karena itu, kami sebagai Kuasa Hukum Keluarga Limau meminta Pemprov NTT untuk menghentikan segala aktifitas di atas obyek sengketa hingga ada keputusan tetap. Ini sesuai dengan salah satu amar putusan Majelis Hakim” ujar Biante.

Biante menjelaskan, Keluarga Limau (Yohanis Limau) telah dinyatakan menang oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Klas IA Kupang pada 22 Juni 2021 dalam perkara gugatan perdata nomor 208/Pdt.G/2020/PN KPG, melawan Pemprov NTT.

Biante memberikan apresiasi kepada Majelis Hakim yang sudah memutus perkara gugatan tersebut dengan seadil-adilnya tanpa intervensi dari pihak manapun. “Di sini (perkara perdata keluarga Limau vs Pemprov NTT, red) kebenaran itu ada. Ke depannya, sudah pasti terjadi kontra. Katanya saya salah satu penghambat pembangunan rumah sakit. Hal itu sangat keliru. Yang saya perjuangkan ini adalah kebenaran. Tidak ada maksud untuk menghalangi. Kami tetap mendukung pembangunan Rumah Sakit tetapi caranya harus santun,” ungkapnya.

Menurut Biante,  gugatan Keluarga Limau tersebut sudah dilakukan sebanyak dua kali. Awalnya tahun 2019, penggugat Yohanes Limau menggugat keluarga Penun, cs, Pemprov NTT dan Badan Pertanahan Kota Kupang. Lalu tahun 2020 terjadi perdamaian antara keluarga Penun dan Limau yang dibuktikan dengan akta van bonding. “ karena telah ada perdamaian maka keluarga Limau mencabut perkara tersebut dan mengeluarkan keluarga Penun, cs.   Lalu Keluarga Limau mendaftar gugatan baru, yakni menggugat Pemprov  NTT dan Badan Pertanahan Kota Kupang,” jelasnya.

Tapi yang mengherankan, lanjut Biante, walaupun dalam proses perkara melakukan pengrusakan berkedok penertiban aset. “Namun kemudian Pemprov NTT melakukan penggusuran rumah warga pada 20 Januari 2020. Pemprov sebenarnya tidak punya kewenangan untuk eksekusi. Yang punya kewenangan  adalah pengadilan. Penggusuran itu tanpa perintah pengadilan, itu pengrusakan,” bebernya. 

Menurut Biante, Pemprov NTT memiliki pemahaman hukum yang keliru. “Hal itu sudah terungkap dalam fakta persidangan. Terbukti dalam persidangan Pemprov NTT buat sertifikat di atas objek sengketa pada tahun 2020. Dasar mereka (Pemprov NTT, red) pembuat sertifikat dimaksud dengan menggunakan putusan yang amarnya itu bersifat NO atau tidak dapat diterima,” jelasnya.
 
Dalam bukti, kata Biante, yang diajukan Pemprov NTT di Pengadilan Negeri, salah satu yang dilakukan adalah dengan melampirkan pelepasan hak tanpa batas dan tidak ada uraian batas-batas. 

“Itu bukan eksekusi tapi tindakan otoriter oleh pemerintah (Pemprov NTT, red). Kalau Pemprov NTT mau lakukan langkah hukum, saya minta hormati putusan yang ada. Kami sangat mendukung pembangunan Rumah Sakit, tetapi caranya harus santun. Saya tegaskan mewakili keluarga Limau eksekusi berkedok pembongkaran itu dilakukan oleh oknum,” ungkapnya. 

Sementara itu, Pemprov NTT melalui Kepala Badan Aset Daerah Provinsi NTT, Dr. Zeth Sony Libing dalam jumpa pers pada Jumat (25/06/2021), menyatakan banding atas putusan Pengadilan Negeri Klas IA Kota Kupang dan akan melanjutkan proses pembangunan Rumah Sakit Pusat tersebut hingga selesai.

“Alasan Pemprov NTT nyatakan banding ialah karena Pemprov NTT hingga saat ini masih berpegang pada putusan Mahkamah Agung yang inkrah. Objek yang sama dan orang yang sama berperkara dengan Pemprov NTT dan Pemprov NTT menang di Pengadilan Tinggi dan Kasasi (Mahkamah Agung, red),” jelasnya. (tim)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *