Demi Masa Depan Generasi Bangsa, Reny Marlina Un Desak Pemprov NTT Segera Terbitkan Izin Operasional SMA Negeri Falas: “Mereka Berjalan 4 Jam Tiap Hari untuk Sekolah”
Kupang, SonafNTT-News.com. Kepedulian terhadap masa depan generasi Bangsa di pelosok Nusa Tenggara Timur kembali disuarakan oleh Reny Marlina Un, S.E., M.M, Anggota DPRD Provinsi NTT dari Fraksi Partai Demokrat. Legislator asal Daerah Pemilihan Timor Tengah Selatan (TTS) ini dengan lantang mendesak Pemerintah Provinsi NTT, melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, untuk segera menerbitkan izin operasional SMA Negeri Falas di Desa Kualas, Kecamatan Amanuban Tengah.
Sekolah ini telah berdiri selama tiga tahun atas inisiatif masyarakat dan tokoh lokal. Namun, hingga kini, statusnya masih belum diakui secara resmi. Padahal, sebanyak 76 siswa aktif belajar di sana, dengan 30 calon siswa baru siap mendaftar tahun depan.
“Ini bukan sekadar soal izin, tapi tentang masa depan anak-anak kita di pedesaan. Mereka berjalan kaki tiga hingga empat jam setiap hari hanya untuk bisa belajar. Mereka bangun pukul lima pagi, menempuh jalan berlumpur, lalu baru pulang sore hari. Saya rasa, hati nurani kita harus bicara,” ujar Reny dengan nada tegas namun haru, dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTT, Selasa (4/11/2025).
Menurut Reny, negara wajib hadir dalam memperjuangkan hak pendidikan bagi anak-anak di daerah terpencil. Selama ini, proses belajar mengajar di SMA Falas dilakukan di bangunan swadaya masyarakat yang berdinding bebak (anyaman bambu) dan berlantaikan tanah. Namun, semangat belajar para siswa tetap tinggi, bahkan melebihi semangat anak-anak di kota.
“Saya datang dan melihat sendiri. Dindingnya bebak, lantainya tanah, tapi wajah mereka penuh semangat. Mereka ingin belajar, ingin maju, ingin jadi guru, dokter, dan tentara. Kita tidak boleh menutup mata terhadap perjuangan mereka,” tutur Reny.
Ia menegaskan bahwa izin operasional menjadi langkah awal agar sekolah tersebut bisa diusulkan mendapatkan bantuan pembangunan gedung baru dan fasilitas pendidikan yang layak dari pemerintah pusat. Tanpa izin, sekolah itu tidak bisa masuk dalam daftar penerima bantuan resmi.
“Kalau izin sudah keluar, tahun depan kita bisa perjuangkan pembangunan gedungnya. Ini bentuk nyata kehadiran negara bagi rakyatnya, terutama mereka yang tinggal di pedalaman,” tambahnya penuh optimisme.
Reny juga mengajak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk menaruh perhatian lebih terhadap sekolah-sekolah di wilayah pelosok yang masih berjuang secara swadaya. Menurutnya, setiap anak, dimanapun ia lahir, berhak atas pendidikan yang bermutu dan bermartabat.
“Anak-anak Falas, Bileon, dan Bisleu itu bukan hanya anak TTS, tapi anak bangsa. Kalau kita bicara masa depan Indonesia, maka masa depan itu juga ada di sana — di desa-desa terpencil yang penuh semangat dan harapan,” tutupnya.
